Saturday, 16 July 2016

PERANG-PERANG KEDAERAHAN MENENTANG BANGSA KOLONIAL BELANDA


Berikut Perang-perang kedaerahan yang terjadi saat berperang melawang kolonial belanda silahkan baca dengan seksama dibawah ini....

 
PERANG-PERANG KEDAERAHAN
MENENTANG BANGSA KOLONIAL BELANDA

A.    Perang Maluku (Patimura)
Perang Pattimura terjadi di Maluku pada tahun 1817.
1. Sebab Umum
-      Penindasan dan penghisapan oleh bangsa Belanda terhadap penduduk Maluku.
-      Ketidakpuasan rakyat terhadap peraturan gubernur Maluku seperti kewajiban menyediakan perahu dan menebang kayu.
-      Aturan monopoli dagang yang keras. Misalnya dengan adanya pelayaran hongi dan ekstirpasi.
-      Pengawasan terhadap keamanan yang terlalu ketat.
2. Sebab Khusus
Penolakan Residen Van Den Berg terhadap tuntutan rakyat untuk membayar harga perahu yang dipesan dengan harga sebenarnya.
3. Strategi yang digunakan dalam perang
Rakyat Maluku berperang dengan cara perang gerilya dan mengumpulkan perahu-perahu untuk menyerang Benteng Durstede di Saparua. Sedangkan pihak kolonial menggunakan pasukan besar-besaran untuk menguasai kembali benteng yang telah direbut.
4. Tokoh-tokoh yang berperan.
A.        Dari Pihak Rakyat Maluku.
Thomas Matulesi (Patimura), Ulupaha, Paulus Tiahahu, Cristina Martha Tiahahu, Anthony Reebok, Philipe Latumahina, dan Said Parinta.
B.         Dari pihak kolonial.
Residen Van den berg, Mayor Beetjes, dan Letkol Groot.
5. Medan perang.
Medan perangnya adalah di kepulauan Maluku yang terpusat di sekitar      Benteng Durstede Saparua.
6. Akhir perang.
Belanda melancarkan politik adu domba atau devide et inpera kepada raja-raja dan pendeta di Maluku sehingga para pemimpin perang dapat ditangkap dan dihukum gantung di Benteng Niew Victoria Ambon sehingga berakhirlah perjuangan rakyat Maluku.
7. Akibat perang.
-          Bidang Politik.
Semakin kokohnya penguasaan Belanda atas wilayah Maluku.
-          Bidang Ekonomi.
Monopoli Belanda terhadap rempah-rempah dan pembuatan perahu semakin merajalela.

B.     Perang Padri (1821-1837)
Perang Padri pada awalnya adalah perang antara kaum ulama yang ingin memurnikan kembali ajaran Islam di Sumatra Barat terhadap Kaum adat yang menentangnya.
  1. Sebab-sebab Umum.
-          Adanya pertentangan paham antara golongan Wahabi yang ingin memurnikan ajaran agama islam dengan para golongan Tasawuf yang terdiri dari kaum bangsawan dan pemangku adat.
-          Ada kebiasaan buruk yang disahkan oleh kaum adat seperti minum minuman keras, menyabung ayam, berjudi, merokok, dll.
-          Adanya pertentangan antara hukum adat dengan hukum di agama Islam. Yaitu diantaranya pada hukum adat menganut sistem kekerabatan Matrilineal sedangkan di Islam Patrilineal.
-          Terjadi perebutan pengaruh antara kaum adat dengan ulama.
-          Adanya campur tangan bangsa barat dalam perebutan kekuasaan tersebut yaitu Inggris dan Belanda.
  1. Sebab khusus
Pertemuan antara kaum adat dengan ulama untuk menyelesaikan semua persoalan selama ini di Kototangah. Karena usaha itu tidak berhasil, kaum adat di serang oleh kaum ulama kemudian kaum adat meminta bantuan kepada Belanda di Padang pada tahun 1821.
  1. Strategi Perang.
Pada tahun 1821-1825 perang terjadi antara kaum ulama dengan kaum adat yang dibantu oleh Belanda. Kaum ulama menyerang benteng-benteng Belanda sehingga Belanda mengajak berdamai pada tahun 1825 karena untuk memusatkan perhatian pada perang di Jawa. Kemudian pada tahun 1830-1837 berkecamuk lagi perang di Minangkabau yang kini kaum ulama bersatu dengan kaum adat untuk melawan Belanda. Perang dilakukan dengan perang gerilya dan bertahan di benteng pertahanan.
  1. Tokoh-tokoh.
  1. Dari rakyat Minangkabau.
Tuanku lintau, Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Gapuk, Tuanku Hitam, Tuanku Nan Cerdik, dan Tuanku Tambusay.
  1. Dari pihak kolonial.
Kolonel Stuers,
  1. Medan pertempuran.
Medan pertempuran hampir di semua wilayah Sumatra Barat, misalnya di Padang, Bukit Tinggi, Pariaman, dll.
  1. Akhir perang.
Setelah menghadapi tekanan-tekanan berat dari pihak belanda, akhirnya Tuanku Imam Bonjol bersedia untuk melakukan perundingan dengan Belanda. Perundingan gagal karena pihak Belanda telah melakukan persiapan untuk menyerang dan mengepung benteng tempat Imam Bonjol bertahan. Karena perang yang berlarut-larut dan ketimpangan kekuatan, akhirnya Tuanku Imambonjol menyerah beserta sisa pasukannya pada tanggal 25 Oktober 1837 kemudian beliau dibuang ke Menado dan wafat di sana.
  1. Akibat perang.
  1. Bidang politik.
Semakin jelas dan kokohnya kekuasaan Belanda atas daerah Sumatra Barat.
  1. Bidang Ekonomi.
Monopoli  semakin kuat terutama monopoli garam dan lada di Sumatra Barat.

C.    Perang Diponegoro (1825-1830)
Perang Diponegoro terjadi di daerah jawa tengah dan timur yang dipimpin oleh seorang anak selir Sultan Hamengkubuwono III yaitu Pangeran Diponegoro.
  1. Sebab umum.
Terjadi banyak kemerosotan dalam bidang kehidupan di sekitar kesultanan Mataram.
-          Daerah pesisir di utara Jawa diambil alih oleh Belanda.
-          Makin menyempitnya wilayah kerajaan dan kekuasaannya pula.
-          Adanya perpecahan di kalangan keluarga Mataram sehingga melemahkan kerajaan dan memperkuat Belanda.
-          Merosotnya martabat kerajaan sebagai akibat campur tangan Belanda dalam urusan pemerintahan.
-          Adanya kebiasaan minum minuman keras di kalangan bangsawan dan rakyat sehingga menimbulkan kekhawatiran umat.
-          Rakyat semakin berat bebannya setelah Kerajaan mengizinkan sewa tanah kepada perusahaan-perusahaan asing.
-          Ketikpuasan para bangsawan pada keputusan gubernur jenderal karena tidak boleh menyewakan tanah mereka kepada pengusaha swasta.
  1. Sebab Khusus.
Kemarahan Pangeran Diponegoro ketika Belanda memasang patok jalan kereta api yang akan melewati tanah makam leluhurnya di Tegal Rejo yang tanpa seizin Pangeran Diponegoro.
  1. Strategi Perang.
Dari pihak Pangeran Diponegoro, beliau menggunakan tehnik perang gerilya yang tiba-tiba menyerang pasukan Belanda kemudian menghilang. Markas serangan gerilya itu terdapat di Go’a Selarong.
Sedangkan strategi Belanda adalah:
-          Mengangkap kembali sultan Sepuh (HB II) menjadi sultan Mataram.
-          Membentuk pasukan kontra gerilya yang anggotanya adalah orang Indonesia sendiri yang telah berkianat dengan bayaran.
-          Menjalankan Devide Et Intera kepada anak buah Pangeran Diponegoro dan dengan mengimingi hadiah bagi yang dapat menangkap Pangeran Diponegoro hidup atau mati.
-          Menjalankan siasat benteng stelsel. Yaitu dengan cara mendirikan benteng-benteng di setiap daerah yang telah dikuasai dan jalan-jalan yang menghubungkan antar benteng tersebut sehingga wilayah gerilya Pangeran Diponegoro semakin sempit.
  1. Tokoh-tokoh.
  1. Dari rakyat Indonesia.
Pangeran Diponegoro, Pangeran Suryo Atmojo, Adipati Kertodirjo, Pangeran Serang, Karto Pengalasan, Pangeran Suryo Mataram, Aryo Prangwadono, Pangeran Notoprojo, Sentot Alibasah Prawirodirjo, Pangeran Joyokusumo, Arya papak, dan Kiyai Mojo.
  1. Dari pihak kolonial.
Gubernur jenderal Van der Capelen dan Jenderal De Kock.  
  1. Medan pertempuran.
Yaitu di daerah Jawa tengah dan timur yang diantaranya Pacitan, Purwodadi, Banyumas, Pekalongan, Semarang, Rembang, dan Madiun.
  1. Akhir perang.
Karena telah banyaknya pengikut P. Diponegoro yang menyerah dan menyusutnya kekuataan, akhirnya P. Diponegoro bersedia untuk berunding dengan Belanda di Rumah Residen Kedua pada tanggal 28 Maret 1830. Pada tawaran itu, Belanda berjanji jika perundingan gagal maka P. Diponegoro dapat kembali ke medan perang. Tetapi Belanda mengingkarinya dan P. Diponegoro Ditangkap yang kemudian di buang ke Menado dan kemudian Makasar. Beliau wafat pada tanggal 8 Januari 1855 di Benteng Rooterdam Makasar.
  1. Akibat perang.
a.       Bidang politik.
-          Kekuasaan dan wilayah kasultanan Yogyakarta dan kasultanan Solo menjadi berkurang.
-          Dihapuskannya peraturan yang merugikan rakyat. Misalnya dihapuskannya gerbang cukai di Yogyakarta dan Solo.
b. Bidang Ekonomi.
Belanda memperoleh daerah Yogyakarta dan Solo yang kemudian dijadikan daerah tanam paksa.
c. Bidang sosial.
Adanya kerugian besar baik jiwa maupun harta yang kira-kira ada 8000 orang Belanda yang meninggal dan 7000 orang Jawa yang meninggal. Biaya yang dihabiskan tidak kurang dari 20.000.00,00 Gulden.

D.    Perang Aceh (1873-1904).
Perang Aceh merupakan perang terlama yang bersifat kedaerahan di Indonesia.
  1. Sebab umum.
-      Adanya perbedaan atas kedudukan atau status daerah-daerah Sumatra Timur.
-      Aceh menjadi penting dalam pelayaran internasional karena pembukaan terusan suez.
-      Semakin berkembangnya imperalisme moderen di mana bangsa-bangsa imperialis makin giat mendapatkan tanah jajahan untuk dijadikan sebagai sumber bahan industri dan daerah pemasaran.
-      Adanya politik Ekspansi Belanda ke luar Jawa dalam usahanya memwujudkan Pax Netherlandica. Sebab dalam Treaty of sumatra Inggris berjanji tidak menghalangi Belanda.
  1. Sebab khusus.
Aceh yang mau mempertahankan kedaulatannya menolak tuntutan Belanda untuk tidak berhubungan dengan negara asing dan mengakui Belanda sebagai yang dipertuan.
  1. Strategi perang.
Dalam perang yang bersifat nasional, rakyat Aceh menggunakan strategi:
-      Mau berkompromi dengan Belanda agar kedudukannya dalam pemerintahan dan masyarakat tidak hilang.
-      Juga siasat untuk mendapatkan persenjataan dari Belanda untuk gerilya berjalan lancar (menandatangani perjanjian pendek).
Untuk perjuangan yang sifatnya keagamaan strategi perangnya adalah:
-      Tidak mau berkompromi dan tidak mau menyerah dengan Belanda.
-      Melakukan perang Jihad yang didasarkan ajaran agama.
Kolonial Belanda melakukan strategi sebagai berikut:
-      Penyerangan besar-besaran terhadap suatu objek yang diserang.
-      Sistem konsentrasi stelsel.
-      Melakukan sistem pendekatan yaitu dengan mengirim ahli agama Islam yaitu Dr. Snock Hurgronje yang menganjurkan untuk melakukan sistem devide et intera antara kaum bangsawan dengan ulama.
  1. Tokoh-tokoh.
a.   Dari rakyat Aceh.
Sultan Daud Syah, Tengku Umar, Panglima Polim, Tengku Cik di tiro, Tengku Baet, Cut nyak dien, Tengku cik ditero,
b.  Dari pihak pemerintah kolonial Belanda.
Jenderal Cohler, Letjen Van Suiten, Kolonen Pell, Mayjen Van der heiden, dan Van der hoven.
  1. Medan Peperangan.
Medan peperangan yaitu terjadi di seluruh Aceh yang termasuk daerah hutannya untuk bergerilya. Daerah Aceh yang berhutan dan berpegunungan, memudahkan untuk melaksanakan perang gerilya.
  1. Akhir perang.
Karena banyak meninggalnya para pemimpin yang tangguh menyebabkan kedudukan Belanda semakin kuat di Aceh. Juga karena Belanda mematuhi saran dari Dr. Hurgronje, sehingga rakyat aceh ada yang membelot ke Belanda sehingga memudahkan Belanda untuk memecahbelah rakyat Aceh.
  1. Akibat perang.
a.   Bidang politik.
-      Dikuasainya secara penuh wilayah Aceh.
-      Sultan Aceh dipaksa oleh Belanda untuk menandatangani Plakat pendek yang bunyinya mengakui Belanda sebagai yang dipertuan di Aceh.
b.  Bidang ekonomi.
Monopoli perdagangan di Aceh yang memiliki letak yang sangat strategis yaitu di selat Malaka.


No comments:

Post a Comment